a. Republik Indonesia Serikat
Sesuai hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar, bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berubah menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS). Republik Indonesia Serikat (RIS) berdiri pada tanggal 27 Desember 1949 dengan Undang-Undang Dasar Sementara sebagai konstitusinya. Sesuai dengan isi konstitusi baru itu, negara berbentuk federasi dan meliputi seluruh daerah Indonesia. Yang tergabung dalam federasi ini sebagai berikut.
• Negara bagian yang meliputi: Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan,
Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatra Selatan, Negara Sumatra Timur, dan Republik Indonesia
• Satuan-satuan kenegaraan yang meliputi: Kalimantan Barat, Kalimantan
Timur, Kalimantan Tenggara, Banjar, Dayak Besar, Bangka, Belitung, Riau, dan Jawa Tengah.
• Daerah Swapraja yang meliputi Kota Waringin, Sabang, dan Padang.
Sistem pemerintahan RIS dipegang oleh presiden dan menteri-menteri di bawah perdana menteri. Terpilih sebagai Presiden RIS adalah Ir. Soekarno setelah ia menjadi calon tunggal dalam pemilihan Presiden RIS tanggal 15 Desember 1949. Sementara itu, Drs. Moh. Hatta diangkat menjadi Perdana Menteri RIS pada tanggal 20 Desember 1949.
b. Kembali Menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia
Bentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS) ternyata tidak sesuai dengan cita-cita kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, muncul gerakan-gerakan untuk mengubah bentuk negara kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Rakyat di negara-negara bagian mengadakan demonstrasi untuk membubarkan RIS dan menuntut kembali ke dalam NKRI.
Pada bulan April 1950, hampir seluruh negara bagian dan satuan-satuan kenegaraan telah bergabung dengan Republik Indonesia, kecuali Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatra Timur. Berkat pendekatan dan ajakan yang dilakukan, Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatra Timur akhirnya menyatakan keinginannya untuk bergabung kembali ke dalam NKRI. Kedua negara bagian tersebut kemudian memberikan mandatnya kepada pemerintah RIS guna mengadakan pembicaraan mengenai pembentukan Negara Kesatuan dengan pemerintah RI pada 12 Mei 1950.
Pada tanggal 19 Mei 1950, ditandatangani sebuah piagam persetujuan antara Pemerintah RIS dan Pemerintah RI. Piagam itu menyatakan kedua pihak dalam waktu singkat akan bersama-sama melaksanakan pembentukan negara kesatuan. RIS pun bubar dan berganti menjadi Republik Indonesia pada 17 Agustus 1950. Bersamaan dengan itu, kabinet RIS yang dipimpin Hatta mengakhiri masa tugasnya.
a). Jawa Barat
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dipimpin oleh S.M. Kartosuwiryo yang memiliki cita-cita mendirikan Negara Islam Indonesia. Cita-citanya membentuk Negara Islam Indonesia (NII) diwujudkan melalui Proklamasi yang dikumandangkan pada tanggal 7 Agustus 1949 di Desa Cisayong, Jawa Barat. Untuk mengatasi pemberontakan yang dilakukan oleh Kartosuwiryo, Pasukan TNI dan rakyat menggunakan Operasi Pagar Betis di Gunung Geber. Akhirnya, pada tanggal 4 Juni 1962 Kantosuwiryo berhasil ditangkap.
b). Sulawesi Selatan
Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar Muzakar. Pemberontakan ini disebabkan oleh Kahar Muzakar yang menempatkan laskar- laskar rakyat Sulawesi Selatan ke dalam Iingkungan APRlS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat). Selain itu, berkeinginan untuk menjadi pimpinan dan anggota APRIS. Pada tanggal 17 AgustuS 1951, Kahar Muzakar bersama dengan pasukannya melarikan diri ke hutan dan pada tahun 1952 ia mengumumkan bahwa Sulawesi Selatan menjadi bagian dari Negara Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo di Jawa Barat. Penumpasan terhadap pemberontakan yang dilakukan oleh Kahar Muzakar mengalami kesulitan sebab tempat persembunyian mereka berada di hutan yang ada di daerah pegunungan. Akan tetapi, pada bulan Februari 1965 berhasil ditumpas oleh TNI.
c). Aceh
Pemberontakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Daud Beureuh yang merupakan mantan Gubernur Aceh. Pemberontakan ini disebabkan oleh status Aceh yang semula menjadi daerah istimewa diturunkan menjadi daerah karesidenan di bawah Provinsi Sumatra Utara. Kebijakan pemerintah tersebut ditentang oleh Daud Beureuh sehingga pada tanggal 21 September 1953 ia mengeluarkan maklumat tentang penyatuan Aceh ke dalam Negara Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo. Pemerintah Republik Indonesia memberantas pemberontakan di Aceh dengan operasi militer dan musyawarah dengan rakyat Aceh, sehingga pada tanggal 17-28 Desember 1962 diselenggarakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh dan melalui musyawarah tersebut maka berhasil dicapai penyelesaian secara damai.
d). Kalimantan Selatan
Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar yang menamakan gerakannya dengan sebutan Kesatuan Rakyat yang Tertindas. Pada tahun 1945, lbnu Hajar secara resmi bergabung dengan Negara Islam Indonesia dan ditunjuk sebagai panglima tertinggi TII (Tentara Islam Indonesia). Pada tahun 1963, pemerintah Indonesia berhasil menumpas pemberontakan ini, Ibnu Hajar dan anak buahnya berhasil ditangkap.
5. Perkembangan Ekonomi Indonesia pada Masa Kemerdekaan
Pada masa kemerdekaan keadaan ekonomi bangsa Indonesia masih belum stabil. Hal ini disebabkan oleh masalah-masalah ekonomi yang terjadi saat itu. Masalah-masalah tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Permasalahan Inflasi
Beberapa bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan, bangsa Indonesia mengalami inflasi yang terlalu tinggi (hiperinflasi). Inflasi terjadi karena mata uang Jepang beredar secara tak terkendali. Pada saat itu, pemerintah tidak dapat menyatakan mata uang Jepang tidak berlaku karena belum memiliki mata uang sendiri sebagai penggantinya. Kas Negara pun kosong, pajak dan bea masuk sangat kecil. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah mengambil kebijakan berlakunya mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda dan mata uang pendudukan Jepang.
b. Blokade Laut
Blokade laut yang dilakukan oleh Belanda dimulai pada bulan November 1945. Blokade ini menutup pintu keluar masuk perdagangan Indonesia. Akibatnya, barang-barang dagangan milik Indonesia tidak dapat diekspor, dan Indonesia tidak dapat memperoleh barang-barang impor yang sangat dibutuhkan. Tujuan Belanda melakukan blokade ini adalah untuk meruntuhkan perekonomian Indonesia. Dalam rangka menghadapi blokade laut ini, pemerintah melakukan berbagai upaya, di antaranya sebagai berikut.
1). Melaksanakan Program Pinjaman Nasional
Program pinjaman nasional dilaksanakan oleh Menteri Keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan dari Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP). Pinjaman yang direncanakan sebanyak 1 miliar rupiah dan dibagi atas dua tahap. Pinjaman akan dibayar kembali selambat- lambatnya dalam waktu 40 tahun.
Pada bulan Juli 1946, seluruh penduduk Jawa dan Madura diharuskan menyetorkan sejumlah uang kepada Bank Tabungan Pos dan rumah-rumah pegadaian. Pelaksanaan pinjaman ini dinilai sukses. Kesuksesan merupakan bukti dukungan rakyat terhadap negara. Tanpa dukungan dan kesadaran rakyat yang tinggi, dapat dipastikan negara akan mengalami kebangkrutan.
2). Melakukan Diplomasi ke India
Pada tahun 1946, Indonesia membantu pemerintah India yang tengah menghadapi bahaya kelaparan dengan mengirimkan beras seberat 500.000 ton. Sebagai imbalannya, pemerintah India menjanjikan akan mengirimkan bahan pakaian yang sangat dibutuhkan oleh rakyat Indonesia. Selain bersifat ekonomis, pengiriman bantuan ke India bersifat politis karena India merupakan negara Asia yang paling aktif mendukung perjuangan diplomatik dalam rangka solidaritas negara-negara Asia.
3). Mengadakan Hubungan Dagang Langsung ke Luar Negeri
Usaha mengadakan hubungan dagang ke luar negeri itu dirintis oleh Banking and Tranding Coperation (BTC), suatu badan perdagangan semipemerintah. BTC berhasil mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika Serikat. Dalam transaksi pertama, pihak Amerika Serikat bersedia membeli barang- barang ekspor seperti gula, teh, dan karet.
Usaha lain untuk mengadakan hubungan dagang langsung ke luar negeri juga dilakukan melalui Sumatra. Tujuan utamanya adalah Singapura dan Malaya. Usaha ini dilakukan dengan perahu layar dan kapal motor cepat. Pelaksanaan penembusan blokade dilakukan oleh angkatan laut Republik Indonesia dengan bantuan dari pemerintah daerah penghasil barang-barang ekspor. Melalui upaya ini, Indonesia berhasil menjual barang-barang ekspor dan memperoleh barang-barang impor yang dibutuhkan.
6. Kehidupan Masyarakat Indonesia pada Masa Kemerdekaan
Kemerdekaan telah membawa perubahan yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Perubahan-perubahan tersebut adalah sebagai berikut.
a. Kehidupan Sosial
Sebelum kemerdekaan, telah terjadi diskriminasi rasial dengan membagi- bagi kelas-kelas masyarakat. Saat itu, masyarakat Indonesia didominasi oleh warga Eropa dan Jepang, sebagian besar warga pribumi hanyalah masyarakat rendahan yang menjadi pekerja bagi para bangsawan dan penguasa. Setelah Indonesia merdeka, segala bentuk diskriminasi rasial dihapuskan dan semua warga Indonesia dinyatakan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam segala bidang.
b. Pendidikan
Pada masa penjajahan, kesempatan memperolah pendidikan bagi anak- anak Indonesia sangat terbatas. Dari sejumlah anak-anak usia sekolah, hanya sebagian kecil saja yang sempat menikmati sekolah. Akibatnya, sebagian besar penduduk Indonesia masih buta huruf. Oleh karena itu, segera setelah Proklamasi Kemerdekaan, pemerintah mengangkat Ki Hajar Dewantara sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP dan K).
Ki Hajar Dewantara menjabat jabatan ini hanya selama 3 bulan. Kemudian, jabatan Menteri PP dan K dijabat oleh Mr. T.S.G. Mulia yang hanya menjabat selama 5 bulan. Selanjutnya, jabatan Menteri PPdan K dijabat oleh Mohammad Syafei. Kemudian, ia digantikan oleh Mr. Suwandi.
Pada masa jabatan Mr. Suwandi, dibentuk Panitia Penyelidik Pengajaran Republik Indonesia yang bertugas untuk meneliti dan merumuskan masalah pengajaran setelah kemerdekaan. Setelah menyelesaikan tugasnya, panitia ini menyampaikan saran-saran kepada pemerintah. Kemudian, disusunlah dasar struktur dan sistem pendidikan di Indonesia. Tujuan umum pendidikan di Indonesia merdeka adalah mendidik anak-anak menjadi warga negara yang berguna, yang diharapkan kelak dapat memberikan pengetahuannya kepada negara. Dengan kata lain, tujuan pendidikan pada masa itu lebih menekankan pada penanaman semangat patriotisme.
Pendidikan pada awal Kemerdekaan terbagi atas 4 tingkatan, yaitu pendidikan rendah, pendidikan menengah pertama, pendidikan menengah atas, dan pendidikan tinggi. Pada akhir tahun 1949, tercatat 24.775 buah sekolah rendah di seluruh Indonesia. Untuk pendidikan tinggi, sudah ada sekolah tinggi dan akademi di beberapa kota seperti Jakarta, Klaten, Surakarta dan Yogyakarta. Selain itu, ada pula universitas seperti Universitas Gadjah Mada.
c. Kebudayaan
Dalam bidang kesenian, banyak muncul lagu yang bertemakan nasionalisme yang diciptakan oleh para komponis seperti Cornel Simajuntak, Kusbini, dan Ismail Marzuki. Lagu-lagu tersebut antara lain, Bagimu negeri, Halo-Halo Bandung, Selendang Sutra, dan Maju Tak Gentar.
No comments:
Post a Comment