Nama Pahlawan Nasional Indonesia dan Kisah Perjuangannya
1. Soekarno
Soekarno merupakan pahlawan nasional yang berperan penting dalam memperjuangkan kemerdekaan Tanah Air.
Rasa cinta Soekarno pada Indonesia sangat tinggi.
Meskipun berulang kali dipenjara dan diasingkan, namun ia tidak pernah menyerah untuk melawan Belanda.
Dari Soekarno pula, lahir gagasan konsep Pancasila sebagai dasar negara.
Ia juga merumuskan UUD 1945 dan dasar-dasar pemerintahan Indonesia termasuk naskah proklamasi Kemerdekaan.
2. Mohammad Hatta
Mendampingi Soekarno, Bung Hatta menjadi wakil presiden Indonesia pertama.
Ia dikenal sebagai sosok yang pendiam dan sederhana.
Meskipun begitu, Bung Hatta memiliki wawasan yang sangat luas.
Hal ini tidak lepas dari kegemarannya membaca buku.
Sejak berusia 17 tahun, Hatta telah mengoleksi berbagai buku bacaan.
Hatta merupakan pahlawan nasional Indonesia yang menggunakan buku sebagai referensi pemikirannya dalam memperjuangkan kemerdekaan.
3. R.A Kartini
Raden Adjeng Kartini merupakan putri dari R.M Sosroningrat, Bupati Jepara.
Sebagai keturunan bangsawan, Kartini mendapat hak untuk bersekolah.
Namun, sesuai dengan tradisi yang berlaku pada masa itu, ia hanya boleh bersekolah hingga usia 12 tahun.
Setiap anak perempuan harus tinggal di rumah untuk menjalani masa pingitan.
Kartini tidak menyukai tradisi tersebut. Ia ingin melihat perempuan pribumi mendapat kebebasan dan kesetaraan.
Termasuk hak untuk belajar dan menuntut ilmu.
Kartini pun berusaha untuk memajukan perempuan dengan mendirikan sekolah.
Gagasan-gagasan Kartini tentang emansipasi wanita yang tertuang dalam bukunya pun sangat berpengaruh hingga saat ini.
Ini juga yang membuatnya menjadi bagian dari jajaran pahlawan nasional Indonesia.
4. Raden Dewi Sartika
Dewi Sartika, pahlawan nasional Indonesia asal Bandung ini, juga berjuang untuk kesetaraan gender bagi wanita.
Ia juga merupakan salah satu tokoh pendidikan indonesia.
Tidak suka melihat perempuan mendapat perlakuan berbeda karena pendidikan mereka dianggap lebih rendah, Dewi Sartika mengajak kerabatnya untuk belajar keterampilan seperti memasak, menjahit, dan yang lainnya.
Selain itu, ia juga mengajari perempuan baca tulis Bahasa Melayu dan Belanda.
Pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika mendirikan Sakola Istri, sekolah khusus perempuan yang pertama dan tertua di Indonesia.
Ingatkan perjuangan Dewi Sartika dan Kartini kepada Si Kecil, ya, Moms.
Berkat mereka, anak perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk menuntut ilmu.
5. Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro dianggap sebagai salah satu pahlawan nasional yang berjuang sebelum tahun 1908.
Ia merupakan salah satu pahlawan nasional yang berani menentang Belanda secara tegas dan terbuka.
Sikapnya ini mendapat simpati dan dukungan dari rakyat Indonesia.
Pangeran Diponegoro yang sudah muak dengan kelakuan Belanda, tidak dapat menahan amarahnya ketika para penjajah itu memasang patok tanah di makam leluhurnya.
Akibat kejadian tersebut, meletuslah perang Diponegoro.
Perang ini menjadi salah satu pertempuran terbesar yang dialami Belanda selama menjajah Indonesia.
Penduduk di bawah kepemimpinan Pangeran Diponegoro bersatu dalam semangat “sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati”.
Yang artinya, sejari kepala, sejengkal tanah dibela sampai mati.
Dari Pangeran Diponegoro, anak Moms bisa belajar tentang keberanian.
6. Cut Nyak Dien
Tokoh pahlawan nasional berikutnya, yakni Cut Nyak Dien.
Ia merupakan pahlawan wanita dari Aceh Barat yang mendapat julukan Srikandi Indonesia.
Ayah dan suami Cut Nyak Dien merupakan pejuang kemerdekaan Indonesia.
Ia turut andil dalam melawan Belanda yang menyerang Tanah Rencong, Aceh dan membinasakan tempat ibadah.
Tak hanya karena merasa marah tanah kelahirannya diporak porandakan penjajah, Cut Nyak Dien juga sakit hati karena sang suami gugur dalam perang melawan Belanda.
Berselang 2 tahun usai kematian suaminya, ia menikah lagi dan melanjutkan perjuangan melawan penjajah.
Namun sayang, peristiwa tragis kembali terulang yang pada akhirnya mengharuskan Cut Nyak Dien berjuang sendirian.
Meski melawan Belanda yang memiliki senjata canggih, Cut Nyak Dien tak pantang menyerah meski usianya bertambah.
Ia tak gentar menjadi pemimpin gerilya Aceh pada tahun 1873-1904.
Hingga suatu saat, ia mengalami kebutaan akibat rabun akut yang menyerangnya. Kondisi rentan tersebut membuat salah satu pasukannya mengkhianati Cut Nyak Dien.
Akhirnya, Srikandi Indonesia tersebut ditangkap Belanda dan diasingkan ke Sumedang.
Tekad dan perjuangannya sungguh luar biasa. Bisa dijadikan teladan yang baik bagi siapa saja, terutama para perempuan.
7. Cipto Mangunkusumo
Cipto Mangunkusumo merupakan anak sulung dari Mangunkusumo, seorang priayi golongan rendah dalam struktur masyarakat Jawa.
Cipto sangat antifeodalisme, hal ini mulai terlihat saat dirinya menolak menjadi Pangreh Praja.
Pangreh Praja merupakan pegawai pemerintah pribumi yang membantu tugas-tugas pada masa pemerintahan kolonial.
Ia justru meminta izin kepada bapak dan ibunya untuk melanjutkan pendidikan di STOVIA.
Ini merupakan sebuah sekolah dokter untuk kaum bumiputera, dengan harapan bahwa ia akan bisa lebih dekat untuk membantu masyarakat lemah yang tertindas karena pemerintah kolonial.
Usai lulus dari STOVIA, Cipto wajib menjalani masa dinas pemerintah. Dari Glodok, lalu Amuntai, kemudian pindah lagi ke Banjarmasin, dan terakhir di Demak.
Ia selalu dipindahtugaskan karena pernah menyindir pemerintah kolonial sehingga sangat dibenci orang-orang Belanda yang ada di sekitarnya.
Cipto juga aktif menyuarakan pendapatnya terhadap Belanda dengan menulis artikel di koran de Locomotief, sebuah koran bernuansa liberal yang bercorak etis yang terbit di Semarang.
Setelah merampungkan dinasnya, Cipto membuka praktik dokter partikelir di Solo.
Baca Juga: Nasionalisme: Pengertian, Tujuan, Prinsip dan Contoh Sikapnya dalam Kehidupan Sehari-hari
Di sana, tulis situs Museum Kebangkitan Nasional, dia dikenal sebagai “Dokter Rakyat."
Karena ia mau masuk ke kampung-kampung dengan bersepeda untuk mengobati rakyat kecil dan tidak meminta bayaran.
Ia sempat tergabung dalam organisasi Budi Utomo meski akhirnya keluar. Namun di samping menjadi dokter, Cipto tetap terjun ke dunia politik.
Bersama E. F. E. Douwes Dekker dan Suwardi Suryaningrat, Cipto mendirikan Indische Partij (IP) yang merupakan organisasi pertama yang dengan lantang menyuarakan kiprahnya di dunia politik.
Lagi-lagi, perjuangannya terhambat karena pemerintah kolonial tak menyetujui pendaftaran status hukum Indische Partij (IP).
Meski demikian, Cipto tak pantang menyerah.
Para pejuang kemerdekaan Indonesia yang sebagian besar merupakan mantan anggota Indische Partij mendirikan komite penyaing dengan arti nama yang sama.
Namun, dengan tujuan yang berbeda yaitu, Inlandsche Comite tot Herdenking van Nederlands Honderjarige Vrijheid (Komite Bumiputera untuk Peringatan Seratus Tahun Kemerdekaan Belanda) atau yang lebih dikenal dengan Komite Bumiputera.
Komite ini menulis artikel di koran berkali-kali yang dianggap berbahaya oleh pemerintah kolonial.
Hingga suatu ketika, ia dan teman-temannya dibuang ke Belanda.
Meski jauh dari Tanah Air, mereka tetap menyebarkan ide-ide kebangsaan dan kemerdekaan pada mahasiswa Indonesia yang belajar di Negeri Belanda.
Namun, saat kembali ke Indonesia, perjuangannya terhenti karena Cipto tertangkap atas tuduhan ikut serta dalam pemberontakan komunis di Jawa.
Akhirnya ia kembali diasingkan ke Belanda.
Dari kisah Cipto tersebut, Moms bisa mengajarkan pada anak-anak tentang perjuangan dalam melawan diskriminasi.
Selain perang, kita juga bisa menggunakan kecerdasan dalam melawan ketidakadilan.
8. K.H Fakhruddin
Nama K.H Fakhruddin sangat berjasa dalam pergerakan nasional.
K.H Fakhruddin berjuang melalui organisasi, seperti Budi Utomo, Sarekat Islam (SI) dan Muhammadiyah.
Sebagai sosok ulama yang disegani dalam organisasi Muhammadiyah, K.H Fakhruddin banyak berperan dalam membina generasi muda sebagai pemimpin di masa depan.
Mengutip Tokoh Indonesia, berbagai bidang kegiatan organisasi pernah ditangani K.H Fakhruddin di samping kehebatannya sebagai juru dakwah yang selalu menekankan persatuan umat.
Berkat kecerdasan dan pengetahuan agamanya yang luar biasa membuat K.H Fakhruddin pernah diutus ke Makkah untuk meneliti nasib para jemaah haji asal Indonesia.
Pada saat itu, jemaah haji dari Indonesia sering mendapat perlakuan yang kurang baik dari pejabat-pejabat Makkah.
Tapi dengan usahanya, berbagai hal yang kurang baik itu dapat diatasi dan sekembalinya ke Indonesia, ia memprakarsai pendirian Badan Penolong Haji.
Selain itu, K.H Fakhruddin pernah ke Kairo sebagai wakil umat Islam Indonesia untuk menghadiri Konferensi Islam.
Namun karena kesibukannya dalam memperjuangkan Indonesia melalui Muhammadiyah, membuat K.H Fakhrudin tidak memperhatikan kondisi kesehatannya dan akhirnya meninggal dunia di Yogyakarta pada 28 Februari 1929.
Kisahnya dapat dijadikan teladan bagi para pemuda bahwa perjuangan tidak hanya datang dari kekuatan fisik dan kecerdasan saja, tetapi juga pengetahuan dalam beragama.
9. Jenderal Soedirman
Jenderal Soedirman lahir pada 24 Januari 1916 di Desa Bodaskarangjati, Purbalingga, Jawa Tengah.
Jenderal Soedirman dikenal sebagai salah satu pahlawan nasional yang bergabung dengan pasukan Pembela Tanah Air (PETA).
Kemudian pada tahun 1945, Soedirman dilantik menjadi Jenderal. Hingga akhirnya beliau dikenal dengan nama Jenderal Soedirman.
Salah satu kisah perjuangan Jenderal Soedirman yang dikenal adalah keikutsertaannya pada perang gerilya yang terjadi pada Desember 1948 - Juli 1949.
Perang Gerilya merupakan perang yang dilakukan secara sembunyi yang bertujuan untuk menyerang secara tiba-tiba.
Dilakukannya Gerilya bertujuan untuk memecah konsentrasi pasukan Belanda. Hingga akhirnya Jenderal Soedirman berhasil melakukan penyerangan terhadap pos-pos Belanda.
Setelah setahun berjuang dalam Perang Gerilya, Jenderal Soedirman tutup usia pada 29 Januari 1950 dikarenakan penyakit TBC yang diidapnya.
Panglima tentara Indonesia ini menjadi salah satu pahlawan nasional yang namanya begitu populer di kalangan anak-anak yaitu Jenderal Soedirman.
Tak hanya itu, selain ada patung Jenderal Soedirman di Jakarta, namanya juga menjadi nama jalan di beberapa kota di Indonesia.
Beliau begitu berjasa terutama dalam masa revolusi terutama dengan taktik perang gerilyanya.
10. Pattimura
Kapiten Pattimura atau Thomas Matulessy merupakan seorang pahlawan nasional asal Maluku.
Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC, Pattimura pernah berkarier dalam militer sebagai mantan sersan Militer Inggris.
Tak hanya itu, ia juga pernah bertempur melawan angkatan perang Belanda di darat yang dibantu oleh para penglimanya
Kapiten Pattimura adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Maluku. Ia lahir di Haria, Saparua, Maluku Tengah pada 8 Juni 1783.
Nama Kapiten Pattimura dikenal sebagai pahlawan Indonesia setelah perjuangannya memimpin perlawan rakyat Maluku melawan Belanda.
Setelah melakukan perlawanan terhadap Belanda selama puluhan tahun, akhirnya di tahun 1817 tepatnya di tanggal 11 November, Letnan Pietersen berhasil menyergap Pattimura dan Philips Latumahina.
Hingga akhirnya di tahun 1817 Kapiten Pattimura gugur dalam perlawanannya.
Dalam upaya mengenang jasanya, Kapiten Pattimura ditetapkan menjadi pahlawan bagi Maluku.
Kemudian, Kapiten Pattimura juga dikukuhkan sebagai pahlawan perjuangan kemerdekaan oleh pemerintah Republik Indonesia.
11. Tuanku Imam Bonjol
Tuanku Imam Bonjol, adalah seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berasal dari Sumatera Barat.
Tuanku Imam Bonjol memiliki nama asli Muhammad Syahab, dan lahir di Bonjol pada 1 Januari 1772.
Nama Tuanku Imam Bonjol dikenal berjasa selama berperang melawan Belanda dalam peperangan yang dikenal dengan nama Perang Padri.
Perang Padri terjadi selama sekitar 35 tahun mulai dari tahun 1803–1838 yang melibatkan peperangan di tanah Sumatera Barat, terutama di daerah Kerajaan Pagaruyung.
Mulanya, Perang Padri terjadi akibat adanya perbedaan pendapat yang melibatkan masalah agama antara sesama suku Minang dan Mandailing.
Setelah 18 tahun berjalan perang ini berubah menjadi peperangan melawan penjajah yang pada akhirnya Perang Padri dimenangkan oleh Belanda.
Hingga akhirnya kolonial Belanda berhasil menguasai benteng dan wilayah kaum Padri di tahun 1837 yang membuat Tuanku Imam Bonjol menyerah pada Belanda.
Tuanku Imam Bonjol akhirnya ditangkap oleh Belanda dan dibuang ke Cianjur, Jawa Barat.
Tuanku Imam Bonjol pernah diasingkan Ambon, sampai ke Lotta, Minahasa, dekat Manado hingga wafat lalu dimakamkan di Minahasa.
12. Jenderal TNI (Anumerta) Ahmad Yani
Jenderal Ahmad Yani merupakan Menteri dan Panglima Angkatan Darat (KSAD), serta menjadi salah satu Pahlawan Revolusi yang gugur menjadi korban dalam tragedi Gerakan 30 September.
Ia meninggal karena luka tembakan oleh para penculik, saat berada di rumahnya.
Tubuhnya dibawa ke Lubang Buaya di pinggiran Jakarta dan bersama-sama dengan orang-orang dari jenderal yang dibunuh lainnya, disembunyikan di sebuah sumur bekas.
Jasad Ahmad Yani, dan orang-orang korban lainnya, diangkat pada tanggal 4 Oktober, dan semua diberi pemakaman kenegaraan pada hari berikutnya, sebelum dimakamkan di Taman Makam Pahlawan di Kalibata.
Pada hari yang sama, Ahmad Yani dan rekan-rekannya resmi dinyatakan Pahlawan Revolusi.
Hal tersebut ditentukan dalam Keputusan Presiden Nomor 111/KOTI/1965 dan pangkatnya dinaikkan secara anumerta dari Letnan Jenderal untuk bintang ke-4 umum.
13. Bung Tomo
Setiap 10 November, Indonesia merayakan Hari Pahlawan.
Tanggal tersebut ditetapkan untuk memperingati perjuangan pemuda Surabaya melawan pasukan Inggris dan Belanda yang ingin merebut kembali Indonesia pasca kemerdekaan.
Pada perang tersebut, sosok Bung Tomo tampil sebagai orator ulung.
Suara dan pidatonya membakar semangat rakyat untuk bertempur melawan para penjajah.
Si kecil bisa mempelajari semangat berjuang dan kepemimpinan dari Bung Tomo.
14. Nyi Ageng Serang
Pahlawan nasional perempuan bernama lengkap Raden Ajeng Kustiah Retno Edi ini merupakan ahli strategi sekaligus panglima perang asal Serang.
Sejak kecil, Nyi Ageng Serang memiliki keinginan untuk mengusir Belanda dari Indonesia.
Bahkan, usia tidak menghalangi Nyi Ageng Serang untuk mencapai keinginannya ini.
Di usia ke 73, Nyi Ageng Serang masih bertempur dengan berapi-api.
Ia memimpin langsung pasukannya pada perang gerilya di desa Beku, Kulon Progo.
15. Martha Christina Tiahahu
Martha Christina Tiahahu merupakan salah satu pahlawan nasional wanita asal Maluku.
Sejak berusia 17 tahun, Martha sudah berani melawan penjajahan.
Ayahnya sering mengikutsertakan Martha dalam rapat pembentukan kubu pertahanan.
Di setiap perang, Martha berperan sebagai pemimpin pejuang wanita Maluku.
Keberanian dan perjuangannya melawan penjajah bisa menjadi teladan bagi Si Kecil.
16. Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai pelopor pendidikan Indonesia. Pada 1919, ia bergabung menjadi guru di sekolah yang didirikan saudaranya.
Pengalaman mengajar tersebut dijadikan Ki Hadjar Dewantara sebagai pedoman untuk mendirikan sekolahnya sendiri (Taman Siswa).
Ajarannya yang berbunyi “Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” yang berarti “Di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan”, masih menjadi acuan para guru di Indonesia saat mendidik muridnya.
Untuk mengenang jasanya, hari lahir Ki Hadjar Dewantara yang jatuh pada tanggal 2 Mei, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Semangat Ki Hadjar Dewantara di bidang pendidikan wajib ditularkan pada anak, nih, Moms!
17. Soepomo
Salah satu pahlawan nasional Indonesia yang sangat penting adalah Soepomo.
Dia berasal dari Sukoharjo, Jawa Tengah.
Soepomo cukup terkenal karena ia ikut merancang Undang-Undang Dasar 1945 bersama dengan Moh. Yamin dan Soekarno.
Setelah Indonesia merdeka, Soepomo menjadi Menteri Kehakiman pertama di Indonesia.
18. Sutan Sjahrir
Salah satu pahlawan nasional Indonesia berikutnya adalah Sutan Sjahrir, yang berasal dari daerah Padang Panjang.
Dia terkenal karena peran pentingnya dalam mengatur kemerdekaan Indonesia.
Sutan Sjahrir, bersama dengan Bung Karno dan Bung Hatta, merupakan tiga tokoh yang disebut sebagai triumvirat kemerdekaan republik.
Pada awal berdirinya republik, Sjahrir juga menjadi Perdana Menteri Indonesia.
19. Tan Malaka
Salah satu pahlawan nasional yang sering dilupakan kontribusinya adalah Tan Malaka.
Beliau berasal dari Gunuang Omeh, Sumatra Barat.
Tan Malaka memiliki peran penting dalam perlawanan terhadap penjajahan Belanda.
Pemikiran-pemikirannya, yang ditulis dalam berbagai tulisan, telah memberikan inspirasi bagi Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan tokoh-tokoh pergerakan nasional lainnya untuk berjuang demi kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah.
20. Tjut Meutia
Tjut Meutia dikenal sebagai sosok pemberani dengan semangat juang tinggi dalam menghadapi penjajah.
Ia berdua dengan suaminya, Teuku Tjik Tunong, memimpin perlawanan melawan penjajah Belanda.
Namun, perjuangan mereka terhenti saat Teuku Tjik Tunong ditangkap dan dihukum mati oleh Belanda pada Maret 1905 di pantai Lhokseumawe.
Sebelum meninggal, Teuku Tjik Tunong berpesan pada sahabatnya, Pang Nagroe, untuk merawat Tjut Meutia dan anak-anak mereka setelah dirinya tiada.
21. I Gusti Ngurah Rai
Foto: I Gusti Ngurah Rai (Voi.id)
I Gusti Ngurah Rai dikenal karena aksi heroiknya dalam perang habis-habisan yang dikenal sebagai Puputan Margarana.
Ia adalah pendiri serta panglima pertama dari satuan angkatan bersenjata Republik Indonesia di Kepulauan Sunda Kecil.
Ia memimpin secara langsung perlawanan bersenjata melawan pasukan Belanda di Bali.
Sayangnya, I Gusti Ngurah Rai gugur pada bulan November 1946 dalam pertempuran melawan pasukan Belanda di dekat desa Marga, Bali tengah.
Saat ini, tempat dimana perang Puputan Margarana terjadi telah diabadikan sebagai Taman Pujaan Bangsa Margarana.
22. Tjilik Riwut
Tjilik Riwut adalah pahlawan nasional Indonesia dari Kalimantan.
Selain sebagai tentara yang aktif, ia juga menjadi Gubernur Kalimantan Tengah pada tahun 1958.
Tidak hanya berperan dalam pemerintahan, Tjilik Riwut juga berkontribusi dalam dunia kepenulisan.
Ia bekerja di Harian Pemandangan dan Harian Pembangunan serta menulis beberapa buku tentang Kalimantan, seperti "Makanan Dayak," "Sejarah Kalimantan," "Maneser Panatau Tatu Hiang," dan "Kalimantan Membangun."
23. Sisingamangaraja XII
Sisingamangaraja XII, atau Patuan Bosar Sinambela Ginoar Ompu Pulo Batu, lahir pada 18 Februari 1845 dan meninggal pada 17 Juni 1907.
Ia merupakan seorang raja di Negeri Toba yang gigih memimpin perjuangan melawan penjajah Belanda.
Perjuangan Sisingamangaraja XII dalam mempertahankan wilayah kekuasaannya di Tapanuli dimulai saat penyerangan Belanda terhadap pos-pos Bakal Batu di Tarutung pada Februari 1878.
Pada tahun 1907, Belanda meningkatkan pasukan mereka dengan persenjataan lengkap dan bersiap untuk menyerang wilayah Pak-Pak.
Pengabdiannya diakui saat pemerintah Indonesia menjadikannya Pahlawan Nasional pada 9 November 1961, berdasarkan SK Presiden RI No 590/1961.
24. Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin dikenal sebagai pribadi yang tegas, berani, dan tidak pernah menyerah.
Karakter ini menjadikannya diberi julukan "de Haav van de Osten," yang dalam bahasa Indonesia berarti "Ayam Jantan dari Timur," oleh pihak Belanda.
Pada tahun 1660, Sultan Hasanuddin memulai perlawanan terhadap VOC.
Di bawah pimpinannya, pasukan Kerajaan Gowa yang terkenal dengan kekuatan armada lautnya mulai bersatu dengan kerajaan-kerajaan kecil lainnya untuk melawan VOC dan menentang penjajahan Belanda.
25. Teuku Umar
Teuku Umar merupakan pahlawan kemerdekaan Indonesia yang berasal dari Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat.
Ia dikenal sebagai pejuang dengan taktik perang gerilya yang sangat ulung, sehingga membuat pasukan penjajah Belanda menghadapi kesulitan yang besar.
Taktik perang gerilya yang digunakan oleh Teuku Umar membuat penjajah Belanda merasa kewalahan dan kesulitan menghadapi pasukannya.
Ia menjadi contoh inspiratif tentang bagaimana kecerdikan dalam taktik perang dapat memberikan keunggulan bagi pasukan yang berjuang mempertahankan kemerdekaan.
26. Agus Salim
Agus Salim adalah tokoh yang turut membara semangat pergerakan nasional di Indonesia pada awal abad ke-20.
Dengan kedudukan dan peran pentingnya, Hadji Agus Salim berperan vital dalam rangkaian persiapan menuju kemerdekaan Indonesia.
Tak hanya itu, perannya juga sangat terasa dalam perjuangan mendapatkan pengakuan kedaulatan dari pemerintah Belanda dan komunitas internasional terkait kemerdekaan Indonesia.
Melalui diplomasi dan kerja kerasnya, Agus Salim memainkan peran penting dalam mengemban cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia di mata dunia.
No comments:
Post a Comment